BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hak Cipta adalah
hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Berdasarkan rumusan pasal 1
UHC Indonesia). Hal ini menunjukkan bahwa hak cipta itu hanya dapat dimiliki oleh
si pencipta atau si penerima hak. Hanya namanya yang disebut sebagai pemegang
hak khususnya yang boleh menggunakan hak cipta dan ia
dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek
lain yang menggangu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan
oleh aturan hukum.
Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang
memberi arti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak
atasnya kecuali atas izin penciptanya. Hak itu muncul secara otomatis setelah suatu
ciptaan dilahirkan. Hak cipta tidak dapat dilakuakn dengan cara penyerahan
nyata karena ia mempunyai sifat manunggal dengan
penciptanya dan bersifat tidak berwujud videnya penjelasan pasal
4 ayat 1 UHC Indonesia. Sifat manunggal itu pula yang menyebabkan hak cipta
tidak dapat digadaikan, karena jika digadaikan itu berarti si
pencipta harus pula ikut beralih ke tangan kreditur.
1.2.
Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah adalah harapan maupun tujuan dibuatnya makalah ini dibuat oleh penulis. Tujuan ini memiliki
berbagai macam definisi maupun terdiri dari berbagai macam hal. Adapun
tujuan-tujuan dari dibuatnya makalah hukum industri adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui penggunaan hak cipta oleh orang awam dan profesional.
2. Mengetahui definisi dari hak eksklusif dalam
hak cipta
3.
Mengetahui definisi dan fungsi dari hak moral dan hak ekonomi
4.
Mengetahui pelaksanaan peggunaan hak cipta
1.3.
Sasaran Penulisan Makalah
Penulisan
makalah ini memiliki beberapa sasaran penting. Sasaran dari penulisan Makalah
hukum industri ini antara lain sebagai berikut:
1.
Meningkatkan
pengetahuan masyarakat atau mahasiswa penggunaan hak cipta
2.
Memberikan
wawasan kepada masyarakat tentang berbagai hak hak yang tercakup dalam hak
cipta.
3.
Memberikan
kajian kepada masyarakat atau masyarakangt tentang keuntungan penggunaan hak
cipta.
4.
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang jangka
waktu penggunaan hak cipta.
5.
Sarana pengungkapan terbuka mengenai informasi
teknologi terkini yang berisi tentang pemahaman tentang hak cipta yang dapat
diperolah dari penggunaan hak cipta tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah Hak Cipta
Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar
dan Konvensi Bern agar para intelektual
Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa
harus membayar royalti. Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut
pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600
tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta,
yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang
tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
yang kini berlaku. Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran
Indonesia dalam pergaulan antarnegara.
Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs
("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual").
Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada
tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan
Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property
Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui
Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1972.
Hak Cipta bagi masyarakat barat bukanlah sekedar perangkat hukum yang
digunakan hanya untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual seseorang
akan tetapi dipakai sebagai alat strategi usaha dimana karena suatu penemuan
dikomersialkan atau kekayaan intelektual, memungkinkan pencipta atau penemu
tersebut dapat mengeksploitasi ciptaan/penemuannya secara ekonomi. Hasil dari
komersialisasi penemuan tersebut memungkinkan pencipta karya intelektual untuk
terus berkarya dan meningkatkan mutu karyanya dan menjadi contoh bagi individu atau
pihak lain, sehingga akan timbul keinginan pihak lain untuk juga dapat berkarya
dengan lebih baik sehingga timbul kompetisi.Perkembangan Haki di Indonesia
Pada awal tahun 1990, di Indonesia, HAKI itu tidak populer. Dia mulai
populer memasuki tahun 2000 sampai dengan sekarang. Tapi, ketika kepopulerannya
itu sudah sampai puncaknya, grafiknya akan turun. Ketika dia mau turun,
muncullah hukum siber, yang ternyata kepanjangan dari HAKI itu sendiri. Jadi,
dia akan terbawa terus seiring dengan ilmu-ilmu yang baru. Tapi kalau yang
namanya HAKI dan hukum siber itu prediksi saya akan terus berkembang pesat,
seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang tidak pernah berhenti
berinovasi.
2.2
Hak – Hak Yang Tercakup Dalam Hak Cipta
Hak – hak yang tercakup dalam hak
cipta adalah dua macam hak yaitu hak eksklusif dan hak moral dan ekonomi.
Berikut merupakan penjelasan mengenai masing masing hak eksklusif dan juga hak
moral dan hak ekonomi.
2.2.1 Hak Eksklusif
Hak eksklusif adalah bahwa
hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut,
sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa
persetujuan pemegang hak cipta. Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di
Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan
menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalih wujudkan, menjual,
menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik,
menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana
apapun".Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula
"hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak
eksklusif, yang dimiliki oleh pelakukarya seni (yaitu pemusik, aktor, penari,
dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur
pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau
disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab
VII).
Beberapa hak eksklusif yang
umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk :
• Membuat salinan atau
reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
• Mengimpor dan mengekspor
ciptaan,
• Menciptakan karya turunan
atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
• Menampilkan atau memamerkan
ciptaan di depan umum,
• Menjual atau mengalihkan hak
eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
2.2.2
Hak Ekonomi dan Hak Moral
Banyak
negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan
Persetujuan TRIPs WTO (yang secara interalia juga mensyaratkan penerapan
bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar
ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui
sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta
di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak
moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau
pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa
pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan
hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak
cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak
moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
Menurut
depertemen Pajak Dan Bea Cukai Hak moral adalah hak yang melekat pada diri
pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus dengan alasan
apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Hak ekonomi adalah
hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait.
2.3
Perolehan dan Pelaksanaan Hak Cipta
Pada umumnya,
suatu ciptaan haruslah memenuhi standar minimum agar berhak mendapatkan hak
cipta, dan hak cipta biasanya tidak berlaku lagi setelah periode waktu tertentu
(masa berlaku ini dimungkinkan untuk diperpanjang pada yurisdiksi tertentu).
2.3.1 Perolehan Hak Cipta
Menurut ketentuan UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak
cipta sangat jelas bahwa hak cipta diperoleh secara otomatis ketika ciptaan
tersebut diwujudkan secara nyata dengan tanpa mengurangi pembatasan dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Konsep perolehan hak cipta seperti
ini dapat ditemukan di dalam ketentuan Pasal 2 UU No. 19 Tahun 2002 yang
selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi
pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilakukan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemegang
hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan
pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan
hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris
(Copyright Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8).
Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan
prinsip tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
2.3.2 Ciptaan yang Dilindungi
Ciptaan yang dilindungi ialah ciptaan dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang meliputi karya:
♦ Buku,
program komputer, pamflet, perwajahan (lay out ) karya tulis yang diterbitkan,
dan
semua hasil karya tulis lain;
♦
Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
♦
Alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
♦ Lagu
atau musik dengan atau tanpa teks;
♦ Drama
atau drama musikal,
tari, koreografi, pewayangan dan pantomim;
♦ Seni
rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
♦
Arsitektur;
♦ Peta;
♦ Seni
batik;
♦
Fotografi;
♦ Sinematografi;
♦
Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai dan karya lain dari hasil
pengalih wujudan.
2.3.3 Penanda Hak Cipta
Dalam yurisdiksi tertentu,
agar suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saat
diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu “pemberitahuan hak cipta”
(copyright notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf
c di dalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©), atau kata “copyright“, yang
diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan
tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi baru) dan hak
ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan
lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta
tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna ciptaan bahwa ciptaan
tersebut berhak cipta.
Pada perkembangannya,
persyaratan tersebut kini umumnya tidak diwajibkan lagi, terutama bagi
negara-negara anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada sejumlah kecil
negara tertentu, persyaratan tersebut kini secara umum bersifat manasuka
kecuali bagi ciptaan yang diciptakan sebelum negara bersangkutan menjadi
anggota Konvensi Bern.
2.3.4 Jangka Waktu Perlindungan Hak
Cipta
Hak
cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda
untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung
pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Amerika
Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang
diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di
dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya
ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara
umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun
bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta.Hak cipta atas
ciptaan (sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 30 UU HC) yaitu meliputi program
komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil pengalihwujudan
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan, Perwajahan
karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama
kali diterbitkan.
Apabila suatu ciptaan dimiliki
atau dipegang oleh suatu badan hukum, hak cipta berlaku selama 50 (lima puluh)
tahun sejak pertama kali diumumkan.Hak cipta yang dimiliki/dipegang oleh negara
berdasarkan Pasal 10 ayat (2) UUHC berlaku tanpa batas waktu, Pasal 11 ayat (1)
dan ayat (3) UUHC berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali
diterbitkan.
Di Indonesia, jangka waktu
perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah
50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau
dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran,
atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan
dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan
rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50). Jangka
Waktu Perlindungan Suatu Ciptaan menurut UUHC. Hak cipta atas ciptaan (sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 29 UU HC) adalah sebagai berikut :
Buku, pamflet, dan semua hasil
karya tulis lainnya; Drama atau drama musikal, tari, koreografi;Segala bentuk
seni rupa, seperti seni lukis, seni patung dan seni Pahat; Seni batik;Lagu atau
musik dengan atau tanpa teks;Arsitektur;Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan
sejenis lain;Alat peraga;Peta;Terjemahan, tafsir, saduran dan bunga rampai. Berlaku
selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun
setelah pencipta meninggal dunia. Jika dimiliki 2 (dua) orang atau lebih, hak
cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan
berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.
2.3.5 Penegakan Hukum Atas Hak Cipta
Semakin maraknya pembajakan hasil karya musik
berupa kaset, membuat keberadaan akan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dipertanyakan. Ternyata Undang – Undang
tersebut belum mampu mengatasi permasalahan mengenai pelanggaran – pelanggaran
akan hak cipta, termasuk pembajakan kaset yang merajalela. Dibutuhkan suatu
sinkronanisasi antara lembaga – lembaga yang berwenang menegakkan hukum
dibidang Hak Cipta. Tidak hanya dari pihak kepolisian, kejaksaan, pemerintah,
pemusik, dan penjual saja, tetapi peranan masyarakat luas sangat dibutuhkan
dalam menegakkan hukum yang ada.
Ganti rugi terhadap tindak
pidana hak cipta timbul karena adanya perbuatan melawan hukum (sekali lagi
bukan karena wanprestasi). Oleh karena itu, untuk mengajukan gugatan ganti rugi
haruslah dipenuhi terlebih dahulu unsur perbuatan melawan hukum yaitu: Adanya
orang yang melakukan kesalahan; Kesalahan itu menyebabkan orang lain menderita
kerugian. Apabila kedua unsur telah dipenuhi haruslah peristiwa itu dapat diajukan
ke pengadilan dalam bentuk gugatan ganti rugi. Sebagaimana diatur dalam pasal
56 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Indonesia. Gugatan ganti
rugi itu dapat diajukan secara serentak dengan tuntutan pidana. Hanya saja
karena unsur perbuatan melawan hukum itu menentukan harus ada kesalahan (apakah
disengaja atau karena kelalaian), maka sebaiknya gugatan ganti rugi itu
diajukan setelah ada putusan pidana yang menyatakan yang bersangkutan telah
melakukan kesalahan
Terpuruknya situasi ekonomi
yang buruk yang tengah dihadapi bangsa Indonesia saat ini, secara tidak
langsung telah ikut mendorong terjadinya pelanggaran terhadap Hak atas Kekayaan
Intelektual. Lesunya kegiatan ekonomi menyebabkan berkurangnya lapangan
pekerjaan serta meningkatkan pengangguran. Akibatnya, keadaan ini dijadikan
alasan untuk menghalalkan kegiatan baik berupa pembajakan maupun pemasaran dari
kaset tersebut. Konsumen akan selalu mencuri barang yang paling murah. Dilema
pasar ini bila dihadapkan dengan keadaan ekonomi masyarakat yang sedang lemah
akan mendorong masyarakat untuk tidak menghiraukan lagi apakah barang yang
dibeli itu asli atau bajakan.
BAB I
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan dari bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
A. Hak – hak yang tercakup dalam hak cipta
adalah dua macam hak yaitu hak eksklusif
dan hak moral dan ekonomi. Berikut merupakan penjelasan mengenai masing masing
hak eksklusif dan juga hak moral dan hak ekonomi.
B.
Hak
eksklusif adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak
cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta
tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Konsep tersebut juga berlaku di
Indonesia.
C.
Hak
moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat
dihilangkan atau dihapus dengan alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat
ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait.
D.
Jangka
waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya
ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau
dipublikasikan
3.2
Saran
Setelah melakukan pembahasan makalah hukum industri ini, ada beberapa saran
yang harus nya bisa dijadikan feed back untuk pemerintah agar lebih perduli
lagi dengan dunia industri di indonesia.
A.
Warga
negara yang memiliki hak cipta hendaknya dapat memiliki hak yang
tercakup
dalam hak cipta tersebut
B.
Dibutuhkan
suatu sinkronanisasi antara lembaga – lembaga yang berwenang menegakkan hukum
dibidang Hak Cipta
C.
Jangka
Waktu yang dimiliki dalam hak cipta hal nya dapat dipahami oleh
setiap wargan negara agar bisa mentaati
dan menghindari penjiplakan.
DAFTAR PUSTAKA
1
R.M. Suryodiningrat. 1981. Aneka hak Milik Perindustrian,
Bandung : Tarsito.
2 Sadikin, OK. 2014. Aspek Hukum Hak Kekeyaan Intelektual. Raja Grafindo Persada :
Jakarta
3
http://pusathki.uii.ac.id/konsultasi/konsultasi/kapan-hak-cipta-diperoleh.html
4
http://www.kotaindustri.com/hukum/92-hukum-industri-di-indonesia.html
0 Comments:
Post a Comment